Tidak Ada Musik di Planet Mati

Ilustrasi: Deidra Mesayu

Musik adalah medium yang sangkil dan mangkus untuk menyampaikan berbagai pesan. Salah satunya adalah pesan mengenai perubahan iklim (climate change), atau beberapa pakar dan media seperti The Guardian menyebutnya sebagai krisis iklim (climate crisis) karena kegentingan yang sudah tak bisa ditolerir.

Perubahan iklim mengacu pada situasi mendesak dan parah yang dialami planet kita saat ini, yang ditandai dengan perubahan pola iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya dan cepat akibat aktivitas manusia, terutama emisi gas rumah kaca. Krisis ini ditandai dengan percepatan pemanasan global, yang menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap ekosistem, masyarakat, dan perekonomian.

Penyumbang perubahan iklim terbesar adalah emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4), ke atmosfer bumi.

Emisi ini terutama berasal dari aktivitas manusia, khususnya pembakaran bahan bakar fosil untuk energi dan transportasi, serta aktivitas di sektor pertanian, kehutanan, penggunaan lahan, dan industri.

Dampak perubahan iklim tidak main-main. Kini cuaca makin tidak menentu, bencana alam kerap terjadi di berbagai belahan dunia, dan itu semua memengaruhi banyak hal seperti perekonomian, hajat hidup orang banyak, hingga merenggut banyak nyawa karena bencana tersebut.

Indonesia merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca global, yang mengakibatkan dampak lingkungan dan sosial seperti perubahan iklim, kenaikan permukaan air laut, dan kejadian cuaca ekstrem.

Emisi Indonesia sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, khususnya batu bara, dan penggundulan hutan, yang melepaskan karbon yang tersimpan di pepohonan dan tanah.

Maka, segala upaya harus dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan kebiasaan manusia yang destruktif. Harus segera ada aksi nyata seperti peralihan ke energi terbarukan jika kita ingin bumi yang kita tinggali ini tetap hidup dan lestari.

Untuk menyampaikan pesan tentang perubahan kebiasaan ini banyak cara dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan menggunakan musik sebagai salah satu cabang seni yang paling banyak dinikmati oleh manusia di berbagai belahan dunia.

Musik dan Pesan Perubahan Iklim

Musisi memiliki pengaruh dan platform yang signifikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang krisis iklim dan pentingnya penghentian penggunaan batu bara secara bertahap, transisi ke energi terbarukan, dan memobilisasi penggemarnya untuk mengambil tindakan.

Di belahan dunia barat, sudah banyak musisi kondang yang gencar menyerukan kesadaran tentang perubahan atau krisis iklim ini, Di antaranya adalah band rock Radiohead, kelompok musik elektronik Massive Attack, gitaris band politis Rage Against The Machine Tom Morello, solois Billie Eilish, penyanyi rock legendaris Neil Young, dan ratusan musisi lainnya.

Di Indonesia sendiri banyak juga musisi yang telah memiliki kesadaran akan gentingnya krisis iklim, kemudian menggunakan karya musik mereka untuk menyampaikan pesan tentang perubahan iklim. Dalam rangka memperbesar gerakan peduli krisis iklim ini, 13 musisi membentuk kolektif bernama IKLIM.

IKLIM adalah suatu upaya kolaboratif dalam tindakan perlindungan lingkungan yang menghimpun musisi, seniman, organisasi lingkungan, dan ahli iklim di Indonesia. Melalui produksi karya musik, seni, dan berbagai konten, IKLIM bertujuan untuk memberikan edukasi, dorongan, inspirasi, serta memotivasi individu dan komunitas untuk mengambil langkah konkret menghadapi perubahan iklim dan mengadopsi energi terbarukan.

Musisi yang bergabung di IKLIM berperan dalam menyebarkan pesan positif dan meningkatkan kesadaran, terutama di kalangan generasi muda. Mereka terlibat dengan audiens melalui berbagai platform seperti pertunjukan, platform publik, dan media sosial, juga menggerakkan penggemar mereka agar turut beraksi.

IKLIM yang merupakan singkatan dari The Indonesia Knowledge, Climate, Arts & Music Lab melakukan banyak kegiatan dalam rangka meningkatkan kesadaran akan pentingnya perubahan iklim yang terjadi ini. Di antaranya adalah pada bulan Juni 2023 13 musisi yang terinisiasi dalam iklim berkumpul di Ubud, Bali, dan melakukan workshop yang fokus membahas perubahan atau krisis iklim, energi terbarukan, isu penggunaan batu-bara sebagai bahan bakar industri energi tidak terbarukan, sampai ke bagaimana seni dan musik dapat menjadi senjata yang ampuh untuk mewartakan kesadaran tentang isu-isu tersebut. Atau, bahkan bisa juga menjadi piranti yang dapat mengubah.

Semua karya musik 13 musisi diproduksi di bawah naungan Alarm Records, label musik pertama di Indonesia yang fokus pada keberlanjutan dan lingkungan. Alarm Records adalah label rekaman sadar iklim pertama di Indonesia. Label ini memberikan dukungan penuh dalam proses produksi, serta menghasilkan karya seni yang menyampaikan pesan penting tentang perubahan iklim. Alarm Records memberikan dukungan teknis dan kreatif serta menanggung biaya produksi yang terkait dengan inisiatif ini.

Tindakan konkret yang dilakukan Alarm Records terkait sadar iklim ini misalnya, musisi yang terlibat di Alarm Records sudah mulai mencoba mengurangi emisi gas dari kegiatan bermusik mereka. Misalnya memilih jalur darat dibanding naik pesawat kapan pun memungkinkan, lalu carbon offsetting emisi gas yang mereka hasilkan saat tur ke luar kota. Sejauh yang mereka lakukan lebih ke membangun awareness. Alarm Records juga memberikan edukasi tentang emisi karbon yang dihasilkan dari industri musik, seperti streaming dibandingkan dengan produksi album fisik seperti CD atau vinyl.

Sebagai bagian dari program ini, IKLIM juga memperkenalkan gerakan Music Declares Emergency (MDE) Indonesia. MDE merupakan sebuah kolaborasi global seniman dan profesional yang berkomitmen dalam menghadapi kondisi darurat iklim dan ekologi. MDE pertama bermarkas di Inggris. Namun, seiring berjalannya waktu telah membuka cabang di berbagai negara seperti Eropa, Amerika, Amerika Selatan, dan Australia. Sebelumnya belum ada inisiatif MDE di Asia. Pada Februari 2023, IKLIM berinisiatif untuk meneruskan estafet, akhirnya terbentuklah MDE Indonesia. MDE Internasional mendukung serta menampilkan MDE Indonesia di platform global mereka, juga mengajak dukungan dari berbagai artis terkenal internasional untuk secara terbuka mendukung MDE Indonesia.

MDE Indonesia sendiri memiliki slogan “NO MUSIC ON A DEAD PLANET.” Benar adanya. Jika planet mati, maka tidak akan ada lagi kehidupan di dalamnya. Semuanya akan musnah. Termasuk manusia dan peradaban yang dibangunnya. Tak terkecuali musik.

Dalam rangka menyebarkan isu perubahan iklim ini, IKLIM bersama dengan Alarm Records juga merilis sebuah album kompilasi musik yang bertajuk Sonic/Panic.

Sonic/Panic

Ada 13 musisi Indonesia yang tergabung dalam gerakan IKLIM ini. Mereka adalah Guritan Kabudul, Kai Mata, FSTVLST, Endah N Rhesa, Rhythm Rebels, Nova Ruth dan Filastine, Tuantigabelas, Navicula, Iga Massardi, Made Mawut, Prabumi, Tony Q Rastafara, dan Iksan Skuter.

13 musisi ini menggubah karya sesuai dengan gaya musikal masing-masing. Namun, dengan satu pesan yang sama: urgensi melakukan aksi nyata dalam rangka menghentikan terjadinya perubahan atau krisis iklim.

Karya 13 musisi ini termaktub dalam sebuah album bertajuk Sonic/Panic yang dirilis pada penghujung 2023. Album Sonic/Panic, yang menghadirkan karya 13 musisi merupakan soundtrack yang menggarisbawahi keadaan darurat iklim.

Sebagai album pertama dari Alarm Records, karya ini merupakan koleksi berbagai genre musik yang menampilkan 13 lagu dari 13 seniman Indonesia yang berbeda-beda. Dari hip-hop, rock, blues, elektronika, reggae, pop, hingga world music, album ini menawarkan berbagai palet suara yang disatukan oleh satu fokus utama: dorongan yang mendesak untuk bertindak dalam masalah iklim.

Gambar depan sampul album ini dibuat oleh Sirin Farid Stevy, perupa asal Yogyakarta yang juga merupakan vokalis dan frontman dari FSTVLST, salah satu band yang bergabung dalam inisiatif IKLIM.

Kisah-kisah yang termaktub dalam album ini pun cukup beragam sesuai kreativitas para musisi. Sebagai contoh, lagu “Plastic Tree” oleh Endah N Rhesa mengilustrasikan sebuah realitas ketika pohon-pohon digantikan oleh replika plastik. Lagu ini menjadi pengingat yang kuat akan konsekuensi lingkungan dari tindakan yang kita lakukan.

Iga Massardi bekerja sama dengan Badrus Zeman, seorang musisi dari Madura yang juga pemimpin dari band Lorjhu, untuk menciptakan lagu yang berjudul “Polo Nyaba” (Pulau Nafas). Lagu tersebut mengisahkan tentang sebuah pulau terpencil yang memiliki tingkat oksigen tertinggi di dunia. Lagu ini menggambarkan pertarungan antara kebaikan dan keserakahan.

Sementara itu grup band rock asal Bali Navicula menghadirkan lagu bertajuk “House on Fire” yang menyerukan pentingnya kolaborasi antara semua pihak untuk terus konsisten menyerukan aksi nyata mengatasi krisis iklim.

Dalam rangka mempromosikan inisiatif IKLIM, album Sonic/Panic, serta pentingnya kesadaran akan perubahan atau krisis iklim, pada 4 November 2023 dihelat IKLIM Fest. IKLIM Fest adalah sebuah acara musik yang lahir dari kesadaran akan perubahan iklim, mengusung ide reuse dalam merayakan peluncuran album kompilasi Sonic/Panic yang menampilkan 13 lagu dari 13 musisi multi-genre, semua bersatu dalam satu tujuan: mendesak untuk bertindak dalam isu iklim.

Selain menyajikan konsep tersebut, festival ini juga menawarkan serangkaian kegiatan lain seperti penyaringan film, workshop, talkshow, bazar, dan berbagai aktivitas lainnya. Event ini juga berkomitmen untuk menerapkan protokol penggunaan kembali guna mengurangi sampah sekali pakai yang biasanya dihasilkan dalam festival-festival sejenis.

Selain IKLIM Fest, dilangsungkan juga perhelatan konser perilisan album Sonic/Panic di beberapa kota. Seperti di Yogyakarta pada 2 Desember 2023. Di Konser yang diselenggarakan di Libstud Studio di Jl. Kaliurang ini, ada 5 musisi yang mewakili 13 musisi inisiator IKLIM tampil di panggung. Mereka adalah Iksan Skuter, Navicula, FSTVLST, Nova Filastine, dan Made Mawut.

Sementara itu, pada 6 Januari 2024 konser Sonic/Panic juga akan dihelat di Malang, tepatnya berlokasi di Auditorium Malang Creative Center. Pada konser kali ini musisi yang tampil adalah FSTVLST, Navicula, Made Mawut, Iga Massardi dan Lorjhu, Iksan Skuter, Nova Ruth, dan gitaris legendaris Toto Tewel yang berkolaborasi dengan Lie Andi. Konser ini akan menjadi menarik karena penonton yang hadir bisa berkontribusi dengan menebus tiket yang sebagian hasilnya akan digunakan untuk kegiatan penanaman pohon.

Apa Yang Bisa Kita Lakukan Untuk Mengatasi Krisis Iklim?

Semua orang dapat melakukan tindakan untuk menghentikan perubahan atau krisis iklim, di antaranya dengan 1) Tetap Terinformasi: Mendidik diri sendiri tentang perubahan iklim, dampaknya, dan solusi potensial; 2) Melakukan Perubahan Pribadi: Menerapkan praktik berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengurangi penggunaan plastik, menghemat energi, dan menerapkan kebiasaan ramah lingkungan;

3) Memilih dengan Bijaksana: Pertimbangkan nilai-nilai dan kebijakan berkelanjutan dari calon pemerintah yang memprioritaskan aksi iklim dan perlindungan lingkungan saat memilih dalam pemilihan umum; 4) Memulai Gerakan: Memprakarsai atau bergabung dengan kelompok-kelompok yang berfokus pada perubahan iklim; dan 5) Sebarkan Pesan: Bagikan pesan “Tidak Ada Musik di Planet Mati” untuk meningkatkan kesadaran mengenai perlunya tindakan iklim yang mendesak.

Para musisi yang tergabung dalam IKLIM dan gerakan MDE Indonesia telah melakukan perannya: menyebarkan pesan bahwa tidak ada musik di planet mati. Maka, mulailah melakukan aksi semampu yang kita bisa. Agar planet kita tetap hidup dan lestari. Agar kita dapat mewariskan bumi ke anak cucu kita di hari esok.

PS: Tulisan ini pernah dimuat di Whiteboard Journal.

Ilustrasi dibuat oleh Deidra Mesayu.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.